Jumat, 16 Oktober 2009

Pendidikan Sebagai Investasi Jangka Panjang

Pendidikan Sebagai Investasi Jangka Panjang

Bahan ini cocok untuk Semua Sektor Pendidikan.
Nama & E-mail (Penulis): Drs. Nurkolis, MM
Saya Dosen di Jakarta
Tanggal: 1 Juli 2002
Judul Artikel: Pendidikan Sebagai Investasi
Jangka Panjang
Topik: Investasi Pendidikan
Artikel:
Pendidikan sebagai Investasi
Jangka Panjang
Oleh : Nurkolis
Profesor Toshiko Kinosita mengemukakan bahwa
sumber daya manusia Indonesia masih sangat lemah
untuk mendukung perkembangan industri dan ekonomi.
Penyebabnya karena pemerintah selama ini tidak
pernah menempatkan pendidikan sebagai prioritas
terpenting. Tidak ditempatkannya pendidikan sebagai
prioritas terpenting karena masyarakat Indonesia,
mulai dari yang awam hingga politisi dan pejabat
pemerintah, hanya berorientasi mengejar uang untuk
memperkaya diri sendiri dan tidak pernah berfikir
panjang (Kompas, 24 Mei 2002).
Pendapat Guru Besar Universitas Waseda Jepang
tersebut sangat menarik untuk dikaji mengingat saat
ini pemerintah Indonesia mulai melirik pendidikan
sebagai investasi jangka panjang, setelah selama
ini pendidikan terabaikan. Salah satu
indikatornya adalah telah disetujuinya oleh MPR untuk
memprioritaskan anggaran pendidikan minimal 20 % dari
APBN atau APBD. Langkah ini merupakan awal
kesadaran pentingnya pendidikan sebagai investasi jangka
pangjang. Sedikitnya terdapat tiga alasan untuk
memprioritaskan pendidikan sebagai investasi
jangka panjang.
Pertama, pendidikan adalah alat untuk
perkembangan ekonomi dan bukan sekedar pertumbuhan ekonomi.
Pada praksis manajemen pendidikan modern, salah
satu dari lima fungsi pendidikan adalah fungsi
teknis-ekonomis baik pada tataran individual hingga
tataran global. Fungsi teknis-ekonomis merujuk
pada kontribusi pendidikan untuk perkembangan
ekonomi. Misalnya pendidikan dapat membantu siswa
untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan untuk hidup dan berkompetisi dalam
ekonomi yang kompetitif.
Secara umum terbukti bahwa semakin berpendidikan
seseorang maka tingkat pendapatannya semakin
baik. Hal ini dimungkinkan karena orang yang
berpendidikan lebih produktif bila dibandingkan dengan
yang tidak berpendidikan. Produktivitas seseorang
tersebut dikarenakan dimilikinya keterampilan
teknis yang diperoleh dari pendidikan. Oleh karena
itu salah satu tujuan yang harus dicapai oleh
pendidikan adalah mengembangkan keterampilan hidup.
Inilah sebenarnya arah kurikulum berbasis
kompetensi, pendidikan life skill dan broad based
education yang dikembangkan di Indonesia akhir-akhir ini.
Di Amerika Serikat (1992) seseorang yang
berpendidikan doktor penghasilan rata-rata per tahun
sebesar 55 juta dollar, master 40 juta dollar, dan
sarjana 33 juta dollar. Sementara itu lulusan
pendidikan lanjutan hanya berpanghasilan rata-rata 19
juta dollar per tahun. Pada tahun yang sama
struktur ini juga terjadi di Indonesia. Misalnya
rata-rata, antara pedesaan dan perkotaan, pendapatan
per tahun lulusan universitas 3,5 juta rupiah,
akademi 3 juta rupiah, SLTA 1,9 juta rupiah, dan SD
hanya 1,1 juta rupiah.
Para penganut teori human capital berpendapat
bahwa pendidikan adalah sebagai investasi sumber
daya manusia yang memberi manfaat moneter ataupun
non-moneter. Manfaat non-meneter dari pendidikan
adalah diperolehnya kondisi kerja yang lebih baik,
kepuasan kerja, efisiensi konsumsi, kepuasan
menikmati masa pensiun dan manfaat hidup yang lebih
lama karena peningkatan gizi dan kesehatan.
Manfaat moneter adalah manfaat ekonomis yaitu berupa
tambahan pendapatan seseorang yang telah
menyelesaikan tingkat pendidikan tertentu dibandingkan
dengan pendapatan lulusan pendidikan dibawahnya.
(Walter W. McMahon dan Terry G. Geske, Financing
Education: Overcoming Inefficiency and Inequity, USA:
University of Illionis, 1982, h.121).
Sumber daya manusia yang berpendidikan akan
menjadi modal utama pembangunan nasional, terutama
untuk perkembangan ekonomi. Semakin banyak orang
yang berpendidikan maka semakin mudah bagi suatu
negara untuk membangun bangsanya. Hal ini
dikarenakan telah dikuasainya keterampilan, ilmu
pengetahuan dan teknologi oleh sumber daya manusianya
sehingga pemerintah lebih mudah dalam menggerakkan
pembangunan nasional. Nilai
Balik Pendidikan
Kedua, investasi pendidikan memberikan nilai
balik (rate of return) yang lebih tinggi dari pada
investasi fisik di bidang lain. Nilai balik
pendidikan adalah perbandingan antara total biaya yang
dikeluarkan untuk membiayai pendidikan dengan
total pendapatan yang akan diperoleh setelah
seseorang lulus dan memasuki dunia kerja.
Di negara-negara sedang berkembang umumnya
menunjukkan nilai balik terhadap investasi pendidikan
relatif lebih tinggi dari pada investasi modal
fisik yaitu 20 % dibanding 15 %. Sementara itu di
negara-negara maju nilai balik investasi pendidikan
lebih rendah dibanding investasi modal fisik
yaitu 9 % dibanding 13 %. Keadaan ini dapat
dijelaskan bahwa dengan jumlah tenaga kerja terdidik yang
terampil dan ahli di negara berkembang relatif
lebih terbatas jumlahnya dibandingkan dengan
kebutuhan sehingga tingkat upah lebih tinggi dan akan
menyebabkan nilai balik terhadap pendidikan juga
tinggi (Ace Suryadi, Pendidikan, Investasi SDM dan
Pembangunan: Isu, Teori dan Aplikasi. Balai
Pustaka: Jakarta, 1999, h.247).
Pilihan investasi pendidikan juga harus
mempertimbangkan tingkatan pendidikan. Di Asia nilai balik
sosial pendidikan dasar rata-rata sebesar 27 %,
pendidikan menengah 15 %, dan pendidikan tinggi
13 %. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
manfaat sosialnya semakin kecil. Jelas sekali bahwa
pendidikan dasar memberikan manfaat sosial yang
paling besar diantara tingkat pendidikan lainnya.
Melihat kenyataan ini maka struktur alokasi
pembiayaan pendidikan harus direformasi. Pada tahun
1995/1996 misalnya, alokasi biaya pendidikan dari
pemerintah Indonesia untuk Sekolah Dasar Negeri
per siswa paling kecil yaitu rata-rata hanya
sekirat 18.000 rupiah per bulan, sementara itu biaya
pendidikan per siswa di Perguruan Tinggi Negeri
mendapat alokasi sebesar 66.000 rupiah per bulan.
Dirjen Dikti, Satrio Sumantri Brojonegoro suatu
ketika mengemukakan bahwa alokasi dana untuk
pendidikan tinggi negeri 25 kali lipat dari pendidikan
dasar. Hal ini menunjukkan bahwa biaya pendidikan
yang lebih banyak dialokasikan pada pendidikan
tinggi justru terjadi inefisiensi karena hanya
menguntungkan individu dan kurang memberikan manfaat
kepada masyarakat.
Reformasi alokasi biaya pendidikan ini penting
dilakukan mengingat beberapa kajian yang
menunjukkan bahwa mayoritas yang menikmati pendidikan di
PTN adalah berasal dari masyarakat mampu. Maka
model pembiayaan pendidikan selain didasarkan pada
jenjang pendidikan (dasar vs tinggi) juga
didasarkan pada kekuatan ekonomi siswa (miskin vs kaya).
Artinya siswa di PTN yang berasal dari keluarga
kaya harus dikenakan biaya pendidikan yang lebih
mahal dari pada yang berasal dari keluarga miskin.
Model yang ditawarkan ini sesuai dengan kritetia
equity dalam pembiayaan pendidikan seperti yang
digariskan Unesco.
Itulah sebabnya Profesor Kinosita menyarankan
bahwa yang diperlukan di Indonesia adalah pendidikan
dasar dan bukan pendidikan yang canggih. Proses
pendidikan pada pendidikan dasar setidaknnya
bertumpu pada empat pilar yaitu learning to know,
learning to do, leraning to be dan learning live
together yang dapat dicapai melalui delapan
kompetensi dasar yaitu membaca, menulis, mendengar,
menutur, menghitung, meneliti, menghafal dan menghayal.
Anggaran pendidikan nasional seharusnya
diprioritaskan untuk mengentaskan pendidikan dasar 9 tahun
dan bila perlu diperluas menjadi 12 tahun. Selain
itu pendidikan dasar seharusnya “benar-benar”
dibebaskan dari segala beban biaya. Dikatakan
“benar-benar” karena selama ini wajib belajar 9 tahun
yang dicanangkan pemerintah tidaklah gratis.
Apabila semua anak usia pendidikan dasar sudah
terlayani mendapatkan pendidikan tanpa dipungut biaya,
barulah anggaran pendidikan dialokasikan untuk
pendidikan tingkat selanjutnya. Fungsi
Non Ekonomi
Ketiga, investasi dalam bidang pendidikan
memiliki banyak fungsi selain fungsi teknis-ekonomis
yaitu fungsi sosial-kemanusiaan, fungsi politis,
fungsi budaya, dan fungsi kependidikan. Fungsi
sosial-kemanusiaan merujuk pada kontribusi pendidikan
terhadap perkembangan manusia dan hubungan sosial
pada berbagai tingkat sosial yang berbeda.
Misalnya pada tingkat individual pendidikan membantu
siswa untuk mengembangkan dirinya secara
psikologis, sosial, fisik dan membantu siswa mengembangkan
potensinya semaksimal mungkin (Yin Cheong Cheng,
School Effectiveness and School-Based Management:
A Mechanism for Development, Washington D.C: The
Palmer Press, 1996, h.7).
Fungsi politis merujuk pada sumbangan pendidikan
terhadap perkembangan politik pada tingkatan
sosial yang berbeda. Misalnya pada tingkat
individual, pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan
sikap dan keterampilan kewarganegaraan yang
positif untuk melatih warganegara yang benar dan
bertanggung jawab. Orang yang berpendidikan diharapkan
lebih mengerti hak dan kewajibannya sehingga
wawasan dan perilakunya semakin demoktratis. Selain
itu orang yang berpendidikan diharapkan memiliki
kesadaran dan tanggung jawab terhadap bangsa dan
negara lebih baik dibandingkan dengan yang kurang
berpendidikan.
Fungsi budaya merujuk pada sumbangan pendidikan
pada peralihan dan perkembangan budaya pada
tingkatan sosial yang berbeda. Pada tingkat individual,
pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan
kreativitasnya, kesadaran estetis serta untuk
bersosialisasi dengan norma-norma, nilai-nilai dan
keyakinan sosial yang baik. Orang yang berpendidikan
diharapkan lebih mampu menghargai atau
menghormati perbedaan dan pluralitas budaya sehingga
memiliki sikap yang lebih terbuka terhadap
keanekaragaman budaya. Dengan demikian semakin banyak orang
yang berpendidikan diharapkan akan lebih mudah
terjadinya akulturasi budaya yang selanjutnya akan
terjadi integrasi budaya nasional atau regional.
Fungsi kependidikan merujuk pada sumbangan
pendidikan terhadap perkembangan dan pemeliharaan
pendidikan pada tingkat sosial yang berbeda. Pada
tingkat individual pendidikan membantu siswa belajar
cara belajar dan membantu guru cara mengajar.
Orang yang berpendidikan diharapkan memiliki
kesadaran untuk belajar sepanjang hayat (life long
learning), selalu merasa ketinggalan informasi, ilmu
pengetahuan serta teknologi sehingga terus
terdorong untuk maju dan terus belajar.
Di kalangan masyarakat luas juga berlaku pendapat
umum bahwa semakin berpendidikan maka makin baik
status sosial seseorang dan penghormatan
masyarakat terhadap orang yang berpendidikan lebih baik
dari pada yang kurang berpendidikan. Orang yang
berpendidikan diharapkan bisa menggunakan
pemikiran-pemikirannya yang berorientasi pada kepentingan
jangka panjang. Orang yang berpendidikan
diharapkan tidak memiliki kecenderungan orientasi
materi/uang apalagi untuk memperkaya diri sendiri.
Kesimpulan
Jelaslah bahwa investasi dalam bidang pendidikan
tidak semata-mata untuk mendongkrak pertumbuhan
ekonomi tetapi lebih luas lagi yaitu perkembangan
ekonomi. Selama orde baru kita selalu bangga
dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun
pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu hancur lebur karena
tidak didukung oleh adanya sumber daya manusia
yang berpendidikan. Orde baru banyak melahirkan
orang kaya yang tidak memiliki kejujuran dan
keadilan, tetapi lebih banyak lagi melahirkan orang
miskin. Akhirnya pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati
sebagian orang dan dengan tingkat ketergantungan
yang amat besar.
Perkembangan ekonomi akan tercapai apabila sumber
daya manusianya memiliki etika, moral, rasa
tanggung jawab, rasa keadilan, jujur, serta menyadari
hak dan kewajiban yang kesemuanya itu merupakan
indikator hasil pendidikan yang baik. Inilah
saatnya bagi negeri ini untuk merenungkan bagaimana
merencanakan sebuah sistem pendidikan yang baik
untuk mendukung perkembangan ekonomi.
Selain itu pendidikan juga sebagai alat pemersatu
bangsa yang saat ini sedang diancam perpecahan.
Melalui fungsi-fungsi pendidikan di atas yaitu
fungsi sosial-kemanusiaan, fungsi politis, fungsi
budaya, dan fungsi kependidikan maka negeri ini
dapat disatukan kembali. Dari paparan di atas tampak
bahwa pendidikan adalah wahana yang amat penting
dan strategis untuk perkembangan ekonomi dan
integrasi bangsa. Singkatnya pendidikan adalah
sebagai investasi jangka panjang yang harus menjadi
pilihan utama.
Bila demikian, ke arah mana pendidikan negeri ini
harus dibawa? Bagaimana merencanakan sebuah
sistem pendidikan yang baik? Marilah kita renungkan
bersama.Nurkolis, Dosen Akademi Pariwisata Nusantara Jaya
di Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar